BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral, nilai-nilai dan budaya serta didik. Dengan kata lain, pendidikan adalah membangun budaya, membangun peradaban, membangun masa depan bangsa. Karena itu, untuk meningkatkan harkat dan martabat sebuah bangsa pada era global ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan meningkatkan kualitas pendidikan maka akan tercipta kesatuan utuh dalam rencana dan gerak langkah pembangunan bangsa di masa depan. Sebab, kualitas pendidikan sangat menentukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Kualitas pendidikan mesti bersandar pada segenap aspek yang terdapat dalam diri manusia atau warga negara. Dan yang penting disadari ialah bahwa pendidikan merupakan sebuah proses, sesuatu yang terus diperjuangkan perbaikan dan kemajuannya. Meminjam ungkapan Mendiknas, pendidikan Indonesia adalah sebuah proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, yang setidaknya akan termanifestasikan dalam tiga hal, penguasaan iptek (ilmu pengetahuan dan ).
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian kewibawaan?
b. Apa pengertian pendidikan Islam?
c. Jelaskan mengenai kewibawaan dalam pendidikan Islam!
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam-II. Selain itu juga dapat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang pendidikan Islam.
Lihat makalah lainnya: Makalah Konseling Sebagai Hubungan Membantu
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kewibawaan
Gezag berasal dari kata zeggen yang berarti “berkata”. Siapa yang “perkataannya” mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang itu. (Tim Prima Pena: 2006=147).
Gezag atau kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama pada orang tua. Dapat kita katakan bahwa kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) itu adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua atau keluarga mendapat hak untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabut, karena terikat oleh kewajiban. Hak dan kewajiban yang ada pada orang tua itu keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan. Untuk jelasnya dapat penulis kemukakan contoh dibawah ini.
Pada suatu sekolah ada seorang guru yang bernama Bapak Budi yang sangat disegani oleh murid-muridnya. Mereka (murid-murid) sangat takut dan patuh kepadanya. Setiap harinya, sebelum Pak Budi masuk ke dalam kelas, murid-murid sudah duduk dengan tenang dan tertib menantikan Pak Budi itu mengajar. Semua perintah dan larangannya serta nasihatnya yang diberikan kepada murid-muridnya, diturut dan dipatuhi oleh anak-anaknya. Anak-anak hormat kepadanya.
Lihat makalah lainnya: Makalah Kegunaan Mempelajari Berbagai Metode dan Strategi Pembelajaran di Sekolah dan di Madrasah
Sebaliknya dengan Bapak Salim yang ada di sekolah itu. Ia kurang disegani anak-anak muridnya. Setiap pak Salim mengajar, anak-anak ada saja yang selalu membuat ribut dalam kelas, sehingga kelas menjadi ribut. Peringatan-peringatan dan nasihat-nasihat yang diberikannya tidak atau kurang dihiraukannya oleh murid-muridnya. Anak-anak tidak merasa segan atau patuh kepadanya. Perintah-perintah atau tugas-tugas yang diberikannya, sering kalau tidak dikerjakan oleh murid-muridnya. Karena itu pak Salim seringkali marah dan menghukum anak dalam kelas. Tetapi anak itu bukan semakin patuh atau menurut kepadanya, bahkan sebaliknya. Anak-anak mau mengerjakan apa yang diperintahkannya karena mereka takut; jadi bukan karena insaf atau percaya kepadanya.
Dari contoh di atas dapat kita mengatakan, bahwa Bapak Budi lebih berwibawa, lebih mempunyai kewibawaan atau gezag daripada Bapak Salim. Anak-anak lebih patuh dan lebih segan terhadap Bapak Budi. Segala sesuatu yang diperintahkan atau dinasihatkan ataupun diperingatkan oleh Bapak Budi, lebih meresap dan lebih mudah serta dengan senang menjalankan daripada Bapak Salim. Atau dengan kata lain: pengaruh yang ditimbulkan oleh Bapak Budi lebih dipatuhi oleh anak-anak.
2.2. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah segala upaya, latihan dan sebagainya untuk menumbuh kembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur.
Sedangkan pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba Alloh sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat.
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan peribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui peroses demi peroses kearah tujuah akhir perkembangan atau pertumbuhannya.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin bertambah dan luas, maka pendidikan Islam bersifat terbuka dan akomodatif terhadap tuntutan zaman sesuai norma-norma Islam.
Lihat makalah lainnya: Makalah Kemajuan Ilmu pada Zaman Renaisans dan Modern
Dalam studi pendidikan, sebutan “ pendidikan Islam” pada umumnya dipahami sebagai suatu ciri khas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Dapat juga di ilustrasikanbahwa pendidikan yang mampu membentuk “manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan anggung dalam moral”. Menurut cita-citanya pendidikan Islam meperoyeksi diri untuk memperoleh “insan kamil”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, sekalipun di yakini baru hanya Nabi Muhammad SAW yang telah mencapai kualitasnya. Lapangan pendidikan Islam diidentik dengan ruang lingkup pendidikan Islam yaitu bukan sekedar peroses pengajaran (face to face), tapi mencakup segala usaha penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam kedalam diri subyek didik.
2.3. Kewibawaan dalam Pendidikan
a. Macam-Macam Kewibawaan
Ditinjau dari daya mempengaruhi seseorang, kewibawaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Kewibawaan lahir;
Kewibawaan lahir merupakan kewibawaan yang nampak dan terlihat pada diri seorang pendidik atau seorang guru. Kewibawaan lahir bisa nampak dari cara berpakaiannya, cara berbicaranya dan dari cara dia bertindak. Kewibawaan lahir ini bisa diraih dengan cara pembentukan fisik dan gerak yang kharismatik ketika berhadapan dengan peserta didik.
2. Kewibawaan Batin;
Kewibawaan bathin merupakan kewibawaan yang dimiliki oleh seorang guru atau pendidik yang tak nampak atau tidak terlihat, namun ketika ia hadir maka setiap siswa dapat merasakan bahwa ia adalah sosok yang mengagumkan dan sosok yang patut untuk dipatuhi perintahnya, harus didengarkan setiap perkataanya dan harus senantias menaruh hormat kepadanya. Meskipun pendidik tak melakukan atau berbicara apapun, namun karena kewibawaan yang terpancar dari dalam dirinya maka ia akan senantiasa dihormati oleh peserta didik atau muridnya.
Lihat makalah lainnya: Makalah Teori Belajar Menurut Pandangan Gestalt
Kewibawaan bathin ini bisa didapatkan dengan senantiasa mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri kita atau dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Swt. Imam Al-Ghazali pernah berkata jika manusia ingin disebut sebagai manusia yang sesungguhnya maka ia harus senantiasa memperkuat ruhnya dengan amalan-amalan ukhrowi, karena ruh adalah sumber kebahagiaan, ruh adalah pemancar ketenangan dan harapan dan ruh ialah sumber dari kekuatan. Maka, untuk mengoptimalkan potensi ruhaniah yang ada pada diri kita hendaknya seorang pendidik haris senantiasa berdo’a dan mengingat Allah dalam setiap aktivitasnya, teruatama saat mendidik.
b. Membentuk dan Mempertahankan Kewibawaan
Wibawa adalah pengaruh yang baik secara abadi dari seseorang kepada orang lain yang tercermin pada pribadi dan perilaku kehidupannya. Wibawa menumbuhkan ketaatan dengan kesadaran, pengertian, dan persetujuan. Wibawa guru penting untuk memudahkan memberi pengaruh dalam penularan atau penyampaian pembelajaran. Selain itu, wibawa guru akan cenderung menyadari keberhasilan kerjanya. Wibawa guru menunjukkan pengakuan martabat dirinya yang tidak perlu dukungan dari orang lain. Seperti dengan cara intimidasi atau memberikan tekanan pada siswanya.
Oleh karena itu, guru yang berwibawa akan memberikan pendidikan dengan layanan prima dan tanpa pamrih. Siswa akan dididik dengan tulus agar dapat menjalani hidup yang sukses. Perilaku guru pun menunjukkan pribadi yang jujur, adil, taat asas, tulus, dan bijaksana. Sebaliknya, guru yang melakukan pendidikan dengan penekanan cenderung bersifat indoktrinasi yang dipandang bukan pendidikan lagi. Dengan demikian, siswa tidak dididik untuk memiliki kemandirian yang bebas, etis, dan bertanggung jawab sendiri.
Lihat makalah lainnya: Makalah Isu-Isu Aktual Kependidikan
Fungsi dan tanggung jawab mendidik dalam masyarakat merupakan kewajiban setap warga masyarakat. Setiap warga masyarakat sadar akan nilai dan peranan pendidikan bagi generasi muda, khususnya anak-anak dalam lingkungan keluarga sendiri. Secara kodrati, apa pun namanya, tiap orangtua merasa berkepentinagn dan berharap supaya anak-anaknya menjadi manusia yang mampu berdiri sendiri. Oleh karena itu, kewajiban mendidik ini merupakan panggilan sebagai moral tiap manusia.
Yang jelas, kaum professional ialah mereka yang telah menempuh pendidikan relative cukup lama dan mengalami latihan-latihan khusus. Oleh karena itulah, dalam pendidikan seorang guru harus mempunyai asas-asas umum yang universal yang dapat dipandang sebagai prinsip umum, seperti:
1. Melakukan kewajiban dasar good will atau itikad baik, dengan kesadaran pengabdian;
2. Memperlakukan siapapun, anak didik sebagai satu pribadi yang sama dengan pribadinya sendiri;
3. Menghormati perasaan setiap orang;
4. Selalu berusaha menyumbangkan ide-ide, konsepsi-konsepsi dan karya-karya (ilmiah) demi kemajuan bidang kewajibannya.
5. Akan menerima haknya semata-mata sebagai suatu kehormatan.
Dan untuk menjadi seorang pendidik (guru) yang professional dan berwibaawa setidaknya ada beberapa persyaratan yang harus dimilki oleh seorang pendidik, baik itu dilihat dari aspek pribadi serta menjalin hubungan (relationship) dengan peserta didiknya. Diantara syarat-syarat tersebut ialah :
1. Berkaitan dengan diri seorang pendidik (guru) :
2. Sehat jasmani dan rohani;
3. Bertaqwa dan memiliki kecerdasan sosial;
4. Memiliki kecerdasan interlektual dan berpengetahuan luas;
5. Ikhlas;
6. Mempunyai orientasi yang jelas; dan
7. Menguasai bidang yang ditekuni.
8. Berkaitan dengan Sikap guru terhadap peserta didik:
9. Berlaku adil, tidak pilih kasih;
10. Mampu menjadi suri tauladan;
11. Bijaksana terhadap murid;
12. Memiliki kesabaran;
13. Tidak mudah marah dan mampu mengontrol emosi;
14. Mampu memberikan motivasi;
15. Menegur dengan bijak;
16. Memerintah dengan cara yang menyenangkan; dan
17. Mampu merangsang murid berkreasi.
Seorang pendidik yang berwibawa harus banyak melakukan terobosan untuk merangsang dan membangkitkan kreativitas muridnya. Karena peserta didik ibarat kertas putih, ia harus dibiarkan tumbuh apa adanya. Seorang pendidik tidak boleh mengintervensi kesucian hidupnya, tugas pendidik adalah membimbing kejalan yang benar bila ia terlihat melenceng dari jalan kebenaran. Seperti tanaman yang tumbuh degnan subur apabila disirami dan diberi wahana yang cocok, kreativitaspun demikian adanya.
c. Kewibawaan dan Anak Didik
Perkembangan dan kewibawaan anak didik ditandai dengan tumbuhnya kepercayaan. Dimana hal ini merupakan syarat tekhnik pergaulan yang juga merupakan ’prototype kewibawaan dalam berbagai lingkungan. Dalam lingkungan pendidikan, kepercayaan yang diberikan oleh pendidik kepda anak didik mempunyai dua arti, yaitu :
1. Bahwa keinginan pendidik untuk terus mengikat pribadi anak didik pada dirinya telah dapat diatasi oleh pendidik.
2. Bahwa kepercayaan itu adalah suatu sumber bagi anak didik untuk tumbuh dan berkembang.
Kepercayaan itu memberikian dorongan kepada anak didik agar ia berani dan penuh keyakinan serta keinginan berusaha supaya menjadi dewasa. Kedewasaan dapat dikatakan akhir masa pendidikan, dalam arti apabila manusia itu telah dianggap menjalankan kewibawaan atas diri dan segala sesuatu yang dipercaya dan disamping itu tetap mengakui dan patuh pada kewibawaan yaang lebih tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konsep kewibawaan diadopsi dari bahasa Belanda yaitu ”gezaq” yang berasal dari kata “zeggen” yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gezaq terhadap orang itu. terikat oleh kewajiban. Wibawa adalah sifat yang memperlihatkan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan daya tarik
Pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba Allah sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan dunia dan akhirat.
3.2. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu bagi teman-teman yang ingin lebih memahami tentang kewibawaan dalam pendidikan Islam kami sarankan untuk mencari sumber-sumber lain sebagai tambahan.
No comments:
Post a Comment