Dian baru berusia 4 tahun. Dirumah Dian sering mendengar kakak-kakaknya belajar mengaji. Maka Dian yang mungil sudah bisa menirukan kakaknya mengucapkan surat Al-Ikhlash dengan terjemahannya sekalian. Dan rupanya dalam benak Dian mulai terbentuk pengertian, bahkan gambaran sosok Tuhan.
Bagi Dian kecil, Tuhan pastilah sesosok oknum seperti manusia dengan segala kebutuhannya. Tuhan hidup sebatangkara, karena seperti dimengerti dari surat Al-Ikhlash, Tuhan hidup sendiri, tidak beranak dan tidak punya orang tua. Tetapi pengertian seperti itu membingungkan Dian. Maka pada suatu hari Dian bertanya kepada ibunya.
“Bu, bila Tuhan hidup sendiri, siapa yang masak dan mencuci pakaiannya ?”
Tentu tidak mudah bagi ibu Dian menjawab pertanyaan anaknya. Namun membiarkan pertanyaan lugu itu berlalu tanpa jawaban, sungguh tak bijak. Untung ibu Dian menemukan pemecahan yang sederhana.
“Tuhan Mahasakti. Dia hidup tanpa makan dan pakaian-Nya yang indah tak perlu dicuci.” Jawab ibunya.
Untuk sementara jawaban itu bisa diterima Dian. Maka pengertian Dian tentang Tuhan bertambah. Selain tidak beranak dan diperanakkan (yang ini belum bisa dicerna Dian) Tuhan juga Mahasakti, tidak makan dan berpakaian indah.
Sesuai dengan pertumbuhannya, daya imajinasi terus berkembang. Daya khayalnya mulai merambah masalah surga, neraka, pahala dan siksa. Semua itu didengar Dian dari kakak-kakaknya ketika mereka belajar mengaji. Dian kecil menganggap surga dan pahala sebagai kesenangan, seperti main ayunan, kembang gula atau menangkap kupu-kupu dikebun. Tetapi tentang siksa dan neraka ?
Dahi Dian selalu berkerut karena takut membayangkan siksa dan neraka. Dian tidak bisa mengerti mengapa harus di adakan siksa dan neraka. Dan sebuah pertanyaan yang lugu pun di ajukan lagi kepada ibunya.
“Kok ada siksa dan neraka; apakah Tuhan galak bu”.
Sekali lagi ibu Dian merasa kesulitan menjawab pertanyaan anaknya, terutama karena Dian masih kecil. Maka ibu Dia hanya bisa menjawab bahwa Tuhan tidak suka memasukkan manusia k dalam neraka. Tuhan lebih suka membuat manusia bersenang-senang dalam surga, yaitu manusia yang taat kepada-Nya.
Kali ini pun Dian puas dengan jawaban ibunya. Namun justru si ibu yang balik berpikir, jangan-jangan bukan hanya Dian yang menganggap Tuhan menaruh kepentingan atas patuhnya manusia pada perintah-Nya sehingga Tuhan harus galak agar aturan-Nya di taati. Jangan-jangan banyak yang menyangka bahwa orang mendapat siksa dan masuk neraka karena balas dendam Allah. Jangan-jangan banyak yang lupa bahwa orang masuk surga hanya karena kasih sayang Allah dan yang tidak masuk surga karena dia mengingkari kasih sayang-Nya, bukan karena dendam-Nya….
No comments:
Post a Comment