MATA KULIAH BIMBINGAN KONSELING
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada lingkungan masyarakat tumbuh kebutuhannya yang meningkat akan adanya tenaga bimbingan konseling, atau tenaga yang mampu mengembangkan ketrampilan, dan hubungan antar orang pada umumnya. Tenaga konselor ini diperlukan di berbagai lingkungan, seperti di sekolah, di lingkungan industri, dan lain-lain. ketrampilan konselor ini dapat dimanfaatkan di berbagai wilayah kerja yang berbeda tersebut. Memang cukup luas cakupan dari tugas seorang konselor. Konselor harus memiliki pengalaman yang luas dan lebih tanggap dengan situasi apapun. Problem yang tidak diinginkan dari seorang konselor adalah problem dari diri sendiri yakni kurang adanya pengalaman, kurang informasi, apalagi sikap yang tertutup , cuek, menganggap dirinya paling hebat, baik dalam bidang ilmu maupun kedudukan. Tentu semua hal tersebut akan mengganggu, dan menambah masalah dari pihak klien dan masyarakat sekitar.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian hubungan membantu?
b. Bagaimana karakteristik hubungan membantu?
c. Bagaimana seharusnya kondisi hubungan konseling?
d. Apa saja aspek konselor dalam hubungan konseling?
e. Apa maksud aspek klien dalm konseling?
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk meningkatkan wawasan dan pengethuan mengenai bimbingan koseling.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hubungan Membantu
A. Terry dan Capuzzi mengartikan bahwa hubungan membantu merupakan beberapa individu bekerja bersama untuk memecahkan apa yang menjadi perhatiannya atau masalahnya dan atau membantu perkembangan dan pertumbuhan salah seorang dari keduanya.
Sementara George dan Cristiani, mengemukakan bahwa pemberian bantuan profesional merupakan proses dinamis dan unik yang dilakukan individu untuk membantu orang lain dengan menggunakan sumber-sumber dalam (innerresaurces) agar tumbuh ke dalam arahan yang positif dan dapat mengaktualisasikan potensi-potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna. Secara lebih mendalam lagi dikemukakan oleh Rogers, bahwa maksud hubungan tersebut adalah untuk peningkatan pertumbuhan, kematangan, fungsi, cara penanganan kehidupannya dengan memanfaatkan sumber-sumber internal pada pihak yang diberikan bantuan.
Dalam hubungan membantu ada pihak yang dibantu dan pihak pemberi bantuan. Upaya pemberian bantuan, menurut Andi Mappiare disebut helping (di Indonesiakan tetap begitu) yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah yang bersifat profesional. McCully mengatakan bahwa suatu profesi helping dimaknakan sebagai adanya seseorang, didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus (existensial affairs) dengan oranglain dengan maksud agar oranglain tadi memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan, yang merupakan ciri khas kondisi manusia.
Suatu hubungan helping ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan Brauce Shertzer dan Shally C. Stone, yang diadaptasikan disini, mengenai ciri-ciri hubungan helping adalah:
a. Hubungan helping adalah penuh makna, bermanfaat
b. Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping
c. Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping
d. Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang terlibat
e. Saling hubungan terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan atau perawatan dari orang lain
f. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi
g. Upaya yang bersifat kerja sama (collaborative) menandai hubungan helping
h. Orang-orang dalam helping dapat dengan mudah ditemui atau didekati (approachable).
i. Perubahan merupakan tujuan hubungan helping.
2.2. Karakteristik Hubungan Konseling
George dan Cristiani (1990) dalam Latipun (2004 : 36 – 37) Mengemukakan enam karakteristik dinamika dan keunikan hubungan konseling. Keenam karakteristik itu adalah :
a. Afeksi
Hubungan konselor dengan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif dari pada sebagai hubungan kognitif. Hubungan yang afektif ini dapat menggurangi rasa kecemasan dan ketakutan klien dan diharapkan hubungan konselor dengan klien lebih bersifat produktif.
b. Intensitas
Hubungan antara konselor dan klien ini diharapkan dapat saling terbuka terhadap persepsi masing-masing. Konselor mengharapkan agar hubungan antara konselor dengan klien berlangsung mendalam sesuai dengan perjalanan konseling.
c. Pertumbuhan dan perubahan
Hubungan antara konselor dank lien bersifat dinamis artinya dari waktu ke waktu terus terjadi peningkatan hubungan konselor dengan klien, pengalaman bagi klien, dan tangung jawabnya.
d. Privasi
Pada dasarnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan klien bersifat konfidental ( rahasia) Konselor harus menjaga kerahasiaan masalah klien. Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan kemauan klien untuk membuka diri.
e. Dorongan
Dalam hubungan konseling konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginan atas perubahan perilaku dan memperbaiki keadaanya sendiri sekaligus memberikan motivasi untuk berani mengambil risiko dari keputusannya.
f. Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas kejujuran dan keterbukaan serta adannya komunikasi teraarah antara konselor dengan klien. Dalam jalan ini tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi kelemahan atau menyatakan yang bukan sejatinya.
Sementara itu, menurut Shostrom dan Brammer (1982 : 144-151) mengemukakan juga beberapa karakteristik hubungan membantu yaitu:
a. Unik dan Umum
Setiap konselor dan klien memiliki perbedaan yang umumnya akan membuat proses konseling menjadi sulit. Keefektifan konselor membantu individu akan tercapai jika ia menegtahui dengan jelas bagaimana kepribadian dan sikap dasar tertentu sebagai helper. Beberapa keunikan hubungan dalam proses konseling terletak pada :
Ø Sikap dan perilaku konselor
Ø Struktur yang terencana dan bersifat teraupeutik
Ø Adanya penerimaan terhadap klien secara penuh oleh konselor
b. Keseimbangan antara aspek obyektivitas dan subyektivitas
Aspek obyektif lebih mengarah pada aspek hubungan uang bersifat kognitif, ilmiah. Artinya konselor harus memandang klien sebagai bagian dari manusia maka konselor menghargai cara pandang dan nilai -nilai yang ada pada klien tanpa harus memberikan penilaian personal.
c. Terdapat unsur kognitif dan afektif
Aspek kognitif menyangkut proses intelektual seperti pemindahan informasi, pemberian nasihat pada berbagai macam tindakan ataupun penginterpretasian data tentang klien. Sedangkan afektif mengarah pada ekspresi perasaan dan sikap.
d. Unsur – unsur kesamar – samaraan ( ambiguity) dan kejelasan
Artinya konselor memberikan rangsangan tersamar, sedangkan dalam situasi yang lain konselor memberikan rangsangan yang jelas. Hal ini bertujuan agar konselor mendapatkan informasi atau bagaiman cara pandang klien terhadap masalah yang dialaminya.
e. Adanya unsur tanggung jawab
Perwujudan dari tanggung jawab ini adalah antara konselor dan klien sama – sama memiliki tanggung jawab dalam tujuan maupu komitmen yang dibangun antar keduanya.
2.3. Kondisi Hubungan Konseling
Tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling dapat efektif apabila kondisi atau iklim yang memungkinkan klien dapat berkembang dan menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya. Kondisi ini mau tidak mau harus diciptakan oleh konselor mengingat perannya sebagai fasilisator dalam proses konseling. Rogers menyebutkan kondisi ini dengan kondisi konseling yang fasilitatif. Kondisi ini adalah kongruensi ( congruence ), penghargaan positif tanpa syarat ( positive regard ), dan memahami secara empati ( emphatic understading ). Para ahli lain ( Cappuzzi, 1991 ) menambahkan kondisi seperti kepedulian ( respect ), dan kesadaran akan budaya ( cultural awareness ) dan berikut penjelasan secara singkat mengenai kondisi fasilitatif tersebut.
a. Kongruensi
Kongruensi dalam hubungan konseling dapat dimaknakan dengan “menunjukan diri sendiri“apa adanya, berpenampilan terus terang dan yang lebih penting adalah ada kesesuaian antara apa yang dikomunikasikan secara verbal dengan non verbal.
b. Penghargaan positif tanpa syarat
Konseling akan lebih efektif jika kondisi penghargaan yang positif ini diciptakan konselor dan dilakukan tanpa syarat. Dengan kata lain konselor menerima setiap individu ( klien ) tanpa menilai aspek-aspek pribadinya yang “lemah” ataupun “kuat”.
c. Pemahaman secara empati
Memahami secara empati merupakan suatu kemampuan untuk memahami cara pandang ( pikiran, ide ) dan perasaan orang lain.
d. Kesadaran budaya
Kesadaran akan budaya mengacu pada kemampuan konselor untuk terbuka dan memotivasi untuk belajar menerima dan memahami budaya yang berbeda dengan budaya yang ia miliki terutama budaya yang klien miliki.
2.4. Aspek Konselor dalam Hubungan Konseling
Prof. Sofyan S. Willis (2009:79-85) memaparkan secara panjang lebar kualifikasi konselor. Menurutnya, kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.
Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :
a. Pemahaman diri (Self-knowledge)
Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Konselor yang memiliki tingkat self-knowledgeyang baik akan menunjukkan sifat-sifat berikut:
1) Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Seperti: (a) kebutuhan untuk sukses; (b) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior, dan kuat.
2) Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan cinta.
3) Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemasdalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.
4) Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan) dirinya.
b. Kompeten (Competent)
Yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
c. Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting karena kesehatan psikologis (psychological health) konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya. Ketika konselor memahami bahwa kesehatan psikologisnya baik dan dikembangkan melalui konseling, maka dia membangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologis, maka dia akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.
Konselor merupakan model dalam berperilaku, apakah dia menyadari atau tidak. Setiap pertemuan konseling merupakan suatu periode pengawasan yang begitu intensif terhadap tingkah lakuyang adaptif. Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka perannya sebagai model berperilaku bagi klien menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi klien. Apabila itu terjadi, maka konselor bukan berperan sebagai penolong dalam memecahkan masalah, tetapi justru sebagai pemicu masalah klien.
d. Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena beberapa alasan sebagai berikut.
1) Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya yang paling dalam.
2) Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor. Artinya klien percaya bahwa konselor mempunyai motivasi untuk membantunya.
3) Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.
e. Jujur (honesty)
Yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasan berikut :
1) Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalma proses konseling. Kedekatan hubungan psikologis sangat penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung dan terbuka antara konselotr dengan klien.
2) Kejujuran memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada klien.
f. Kekuatan (Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman. Klien memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya dan, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
g. Bersikap Hangat
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapat rasa hangat tersebutdan melakukan “sharing” dengan konselor.
h. Actives Responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Disini, konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
i. Sabar (Patience)
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
j. Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik dari pada klien maupun dirinya sendiri. Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah.Pada diri mereka hanya nampak gejala-gelajanya (pseudo masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah yang sebenarnya yang dihadapi klien.
k. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai seorang ahli dalam segala hal, disini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah kline dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi itu meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spiritual.
2.5. Aspek Klien dalam Konseling
Sebagai individu, klien memiliki aspek-aspek psikologis yang sama dengan konselor punya pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dan seterusnya. Namun dalam statusnya pada situasi konseling, klien memiliki banyak kekhasan yang harus dipertimbangkan oleh konselor ketika bekerja dengan klien. Kekhasan klien yang mempunyai implikasi penting dalam konseling itu dapat dicakup dalam: ikhwal perkembangan individunya, citra-dirinya, dan kebutuhannya.
Klien yang akan masuk ke dalam konseling memiliki beberapa ciri di antaranya:
a. Konsep Daya Psikologis
Konsep daya psikologis mempunya tiga dimensi yaitu pemenuhan kebutuhan, kompetensi intra pribadi dan kompetnsi antar pribadi. Dimensi pemenuhan kebutuhan merujuk kepada kekuatan psikis yang diperlukan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup agar dapat mencapai kualitas kehidupan secara bermakna dan memberikan kebahagiaan . Dimensi kedua daya psikologis berkenaan dengan kompetensi-kompetensi intra pribadi yaitu kekuatan-kekuatan yang diperlukan dalam menghadapi tuntutan yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Dimensi ketiga daya psikologis adalah kompetensi-kompetensi antar pribadi yaitu kekuatan psikis yang berkenaan dengan hubungan bersama orang lain dalam keseluruhan kehidupan dan interaksi dengan lingkungan.
b. Pemenuhan Kebutuhan
Orang pergi ke konseling berkaitan erat dengan masalah pemenuhan kebutuhan. Ada beberapa macam kebutuhan yang terkait dengan konseling, yaitu:
1) Memberi dan menerima kasih sayang
Memberikan kasih sayang merupakan satu kebutuhan yang apabila gagal dinyatakan secara tepat dapat menimbulkan gangguan psikologis. Bila orang mampu memberikan kasih sayang kepada orang lain, ia akan merasakan kenikmatan dari dampaknya dan merasakan lebih menyayangi dirinya sendiri. Sebaliknya orang yang tidak mampu memberikan kasih sayang akan menjadi frustasi, merasa terisolasi, tidak berguna dan kegersangan emosional.
Konselor dapat membantu orang menemukan hambatan dalam pemenuhan kebutuhan ini. Jika masalah primernya berada dalam diri klien, konselor dapat membantunya menemukan asumsi atau perasaan apa yang menghambat pemenuhan kebutuhan itu. Bila masalah dasarnya terletak dalam ketidak-mampuan atau ketidak-inginan untuk memberikan atau menerima kasih sayang, konselor dapat membantu klien bertindak untuk menemukan alternative. Konseling dalam kaitan dengan kebutuhan ini, harus dapat berlangsung dalam suasana yang bersifat efeksional dalam arti terciptanya suasana saling memberi dan menerima kasih sayang antar konselor dengan klien.
2) Kebebasan
Orang yang kurang memperoleh pemuasan kebutuhan kebebasan cenderung akan menjadi robot dalam pekerjaan, menjadi pelayan atau pembantu dirumah dan menjadi peminta belas kasihan di lingkungan teman-temannya. Makin berkurang menikmati rasa kebebasan makin besar ketergantungannya kepada pihak lain dan pada gilirannya dapat menimbulkan gangguan-gangguan psikologis. Sebagian orang merasakan tidak mengalami kebebasan desebabkan karena adanya kekeliruan asumsi bahwa mengorbankan kebebasan merupakan tanda-tanda cinta, dengan demikian makin meningkatkan cinta, makin besar pengorbanan kebebasan pribadi. Konselor mempunyai dua peranan dalam membantu klien menghadapi kecemasan karena hubungan dengan orang lain, yaitu pertama konselor mengeluarkan klien dari penjara kekeliruan asumsi, kedua konselor membantu klien dalam memperbaiki hubungan dengan orang lain.
3) Memiliki kesenangan
Kesenangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan mempunya peranan erat terhadap kesehatan psikologis. Pada anak-anak kebutuhan ini menempati prioritas utama tetapi banyak orang dewasa yang menganggap bahwa kesengan hanya merupakan cirri anak-anak dan bukan merupakan cirri orang dewasa.
Orang yang mencari konseling pada umumnya berkenan dengan kesenangan yang dirasakan tergantung karena berbagai perasaan seperti rasa takut, rasa sakit, rasa berdosa, dsb. Hal itu timbul karena hubungan dengan orang lain atau hal-hal lainnya.
Konselor dapat membantu klien dengan mengenal pentingnya kesenangan dan memahami bagaimana rasanya kehilangan kesenangan dalam hidup. Selanjutnya konselor membantu klien untuk memperbaikinya dengan mengembangkan kompetensi yang dapat menunjang diperolehnya pengalaman yang menyenangkan.
4) Menerima rangsangan (Stimulus)
Pada dasarnya orang membutuhkan sejumlah variasi dan perubahan yang sehat dalam hidupnya. Mereka membutuhkan pengalaman yang merangsang hubungan dan tantangan baru untuk menjaga kehidupan yang baik. Mereka secara sadar memanfaatkan waktu untuk mendapatkan pengalaman yang baru dalam persahabatan, pekerjaan, dan kehidupan lainnya. Orang yang mengalami gangguan dalam kebutuhan ini akan membenamkan diri dalam kegiatan-kegiatan rutin yang kemudian dapat mengganggu kondisi psikologisnya.
Konselor dapat memperkenalkan kepada klien pentingnya merangsang dan membantu mereka mengembangkan tilikan, keterampilan dan keberanian untuk menghadapi sikap apatis dan tidak terkait dengan kehidupannya. Konselor juga dapat mengembangkan satu pengalaman yang memberikan satu rangasangan selama proses konseling berlangsung.
5) Perasaan mencapai prestasi
Orang membutuhkan untuk melihat hal positif dari usaha-usaha yang telah dilakukannya. Bila orang melihat dampak positif dari apa yang dilakukannya maka ia akan merasakannya kepuasan dan sebaliknya rasa tidak behasil dari usahanya dapat menimbulkan kekeceewaan yang pada gilirannya dapat mengganggu kesehatan psikologisnya.
Konselor dapat membantu klien dengan mengenal kekurangan kompetensi yang menyebabkan rasa tidak behaasil dan kemudian mengembangkan kompetensi-kompetensi yang tepat untuk lebih efektif.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
A. Terry dan Capuzzi mengartikan bahwa hubungan membantu merupakan beberapa individu bekerja bersama untuk memecahkan apa yang menjadi perhatiannya atau masalahnya dan atau membantu perkembangan dan pertumbuhan salah seorang dari keduanya.
Tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling dapat efektif apabila kondisi atau iklim yang memungkinkan klien dapat berkembang dan menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya. Kondisi ini mau tidak mau harus diciptakan oleh konselor mengingat perannya sebagai fasilisator dalam proses konseling.
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.
Sebagai individu, klien memiliki aspek-aspek psikologis yang sama dengan konselor punya pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dan seterusnya. Namun dalam statusnya pada situasi konseling, klien memiliki banyak kekhasan yang harus dipertimbangkan oleh konselor ketika bekerja dengan klien. Kekhasan klien yang mempunyai implikasi penting dalam konselingitu dapat dicakup dalam: ikhwal perkembangan individunya, citra-dirinya, dan kebutuhannya.
3.2. Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan tentang bimbingan konseling, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang bimbingan konseling tersebut untuk mencari referensi melalui berbagai media yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan, Adri (2014). Klien Dalam Konseling.dari http://bogadri.blogspot.com/2014/05/klien-dalam-konseling.html, 12 September 2014
Osnela, Fitria (2013). Konsep Dasar Tentang Hubungan Membantu (Helping Relationship). dari http://flachaniago.blogspot.com/2013/04/konsep-dasar-tentang-hubungan-membantu.html, 12 September 2014
Ratnasari, Riska (2013). Aspek Pribadi dan Profesional Konseling. dari http://riezkaratna73.blogspot.com/2013/04/aspek-pribadi-dan-profesional-konseling.html, 12 September 2014
Setiawati (2013). Hubungan dan Karakteristik Konseling. dari http://setiawatitya.blogspot.com/2013/06/hubungan-dan-karakteristik-konseling.html, 12 September 2014
Taufik (2010). Hubungan Konseling. dari http://taufikgun.blogspot.com/2010/06/kondisi-hubungan-konseling.html, 12 September 2014
No comments:
Post a Comment