Translate

Saturday, November 15, 2014

Makalah Jinayah

MATA KULIAH MATERI FIQIH


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Banyak orang yang menganggap hukum Pidana Islam tidak sesuai lagi dengan era ini. Padahal, hukum pidana menurut syariat Islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syariat Islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syariat Islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT. Namun dalam kenyataannya, masih banyak umat Islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana hukum pidana Islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena, adanya ancaman hukuman atas tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari kebinasaan terhadap lima hal yang mutlak pada manusia, yaitu: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan atau harga diri. Seperti ketetapan Allah tentang hukumam mati terhadap tindak pembunuhan.

1.2.       Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian jinayah?
b.        Apa saja sebab-sebab jinayah?
c.         Apa saja syarat wajib qishash?
d.        Apa sebab-sebab dapat dihapusnya suatu hukuman?

1.3.       Tujuan Penulisan
Untuk menambah pengetahuan umat Islam terhadap hukum pidana Islam, khususnya tentang masalah jinayah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Jinayah
Jinayah adalah setiap tindakan yang dapat menghilangkan nyawa seperti membunuh atau mengancam keselamatan, seperti menggugurkan kandungan (aborsi) dan memotong anggota tubuh[1].
Sedangkan menurut Sulaiman Rasjid, jinayah meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh, melukai, memotong anggota tubuh dan menghilangkan manfaat badan, misalnya menghilangkan salah satu panca indera[2].
Membunuh orang adalah dosa besar selain dari ingkar. Karena kejinya perbuatan itu, juga untuk menjaga keselamatan dan ketentraman umum, Allah yang Maha Adil memberikan balasan yang setimpal, yaitu hukuman berat di dunia dan di masukkan ke dalam neraka di akherat nanti.
Bagi yang membunuh tergantung tiga macam hak; (a) hak Allah, (b) hak ahli waris, (c) hak yang dibunuh. Apabila ia bertaubat dan menyerahkan diri kepada ahli waris yang dibunuh, dia terlepas dari hak Allah dan hak ahli waris, baik mereka meng-qishash atau mereka mengampuninya, dengan membayar diyat (denda) ataupun tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh, nanti diganti oleh Allah di akherat dengan kebaikan[3].

2.2.    Sebab-Sebab Jinayah
2.2.1.      Jinayah Terhadap Jiwa
Jinayah terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa merupakan hal sangat dilarang oleh Allah Ta’ala. Apalagi manakala pelanggaran tersebut dilakukan secara sadar dan sengaja, serta yang dibunuh adalah seorang mukmin, maka Allah memberikan ancaman berupa kutukan dari Allah dan azab yang besar, yaitu siksa api neraka jahannam bagi pelakunya. Allah Taala berfirman:
`tBur ö@çFø)tƒ $YYÏB÷sãB #YÏdJyètGB ¼çnät!#tyfsù ÞO¨Yygy_ #V$Î#»yz $pkŽÏù |=ÅÒxîur ª!$# Ïmøn=tã ¼çmuZyès9ur £tãr&ur ¼çms9 $¹/#xtã $VJŠÏàtã ÇÒÌÈ
Artinya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”(QS. An-Nisaa’: 93)[4].
Pembunuhan ada tiga cara[5]
a.         Betul-betul disengaja, yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya itu dengan perkakas yang biasanya dapat digunakan untuk membunuh orang. Hukum ini wajib di qishas. Berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali apabila dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan membayar diyat (denda) atau dimaafkan sama sekali.
b.        Ketaksengajaan semata-mata. Misalnya seseorang melontarkan suatu barang yang tidak disangka akan kena pada orang lain sehingga menyebabkan orang itu mati, atau seseorang terjatuh menimpa orang lain sehingga orang yang ditimpanya itu mati. Hukum pembunuhan yang tak disengaja ini tidak wajib qishas, hanya wajib membayar denda (diyat) yang enteng. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh, bukan atas orang yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhit tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya. Firman Allah SWT:
$tBur šc%x. ?`ÏB÷sßJÏ9 br& Ÿ@çFø)tƒ $·ZÏB÷sãB žwÎ) $\«sÜyz 4 `tBur Ÿ@tFs% $·YÏB÷sãB $\«sÜyz ㍃̍óstGsù 7pt7s%u 7poYÏB÷sB ×ptƒÏŠur îpyJ¯=|¡B #n<Î) ÿ¾Ï&Î#÷dr& HwÎ) br& (#qè%£¢Átƒ 4 bÎ*sù šc%x. `ÏB BQöqs% 5irßtã öNä3©9 uqèdur ÑÆÏB÷sãB ㍃̍óstGsù 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( bÎ)ur šc%Ÿ2 `ÏB ¤Qöqs% öNà6oY÷t/ OßgoY÷t/ur ×,»sVÏiB ×ptƒÏsù îpyJ¯=|¡B #n<Î) ¾Ï&Î#÷dr& ㍃̍øtrBur 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( `yJsù öN©9 ôÉftƒ ãP$uÅÁsù Èûøïtôgx© Èû÷üyèÎ/$tFtFãB Zpt/öqs? z`ÏiB «!$# 3 šc%x.ur ª!$# $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ6ym ÇÒËÈ
Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja, dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 92)
c.         Seperti sengaja, yaitu sengaja memukul orang, tetapi dengan alat yang enteng (biasanya tidak untuk membunuh orang) misalnya dengan cemeti, kemudian orang itu mati dengan cemeti itu. Dalam hal ini tidak pula wajib qisas, hanya diwajibkan membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, diangsur dalam tiga tahun.
2.2.2.      Jinayah Terhadap Badan
Jinayat terhadap tubuh adalah jinayat atas salah satu organ tubuh manusia, atau atas tulang dari tulang-tulang tubuh manusia, atau atas kepalanya, atau atas bagian dari tubuh manusia dengan sebuah pelukaan. Para ahli fiqh menetapkan berlakunya qishash selain pada jiwa, yaitu pada organ-organ tubuh manusia. Allah Ta’ala berfirman:
$oYö;tFx.ur öNÍköŽn=tã !$pkŽÏù ¨br& }§øÿ¨Z9$# ħøÿ¨Z9$$Î/ šú÷üyèø9$#ur Èû÷üyèø9$$Î/ y#RF{$#ur É#RF{$$Î/ šcèŒW{$#ur ÈbèŒW{$$Î/ £`Åb¡9$#ur Çd`Åb¡9$$Î/ yyrãàfø9$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 `yJsù šX£|Ás? ¾ÏmÎ/ uqßgsù ×ou$¤ÿŸ2 ¼ã&©! 4 `tBur óO©9 Nà6øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ
Artinya: “Dan kami Telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishashnya. barangsiapa yang melepaskan (hak qishash) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Maidah: 45)
Jinayat terhadap tubuh dikelompokan menjadi empat kategori besar, yaitu sebagai berikut:
a.         Jinayat yang menimbulkan diyat penuh
Jinayat terhadap anggota tubuh yang dapat menimbulkan diyat penuh apabila terjadi pada hal-hal berikut:
1)        Hilangnya akal
2)        Hilangnya pendengaran karena kedua telinga dihilangkan
3)        Hilagnya penglihatan karena kedua mata dirusak
4)        Hilangnya suara karena lidah atau dua bibir dipotong
5)        Hilangnya daya cium karena hidung dipotong
6)        Hilangnya kemampuan melakukan hubungan seksual, karena kemaaluan dirusak
7)        Hilangnya kedua tangan atau kedua kaki
8)        Hilangnya kemampuan untuk berdiri, atau duduk, karena tulang punggung diremukan.
b.        Jinayat yang menimbulkan diyat separuh
Jinayat terhaap anggota tubuh yang dapat menimbulkan diyat separuh apabila terjadi pada hal-hal berikut.
1)        Salah satu dari dua mata
2)        Salah satu dari dua telinga
3)        Salah satu dari dua tangan
4)        Salah satudari dua kaki
5)        Salah satu dari dua bibir
6)        Salah satu dari dua pantat
7)        Salah satu dari dua alis
8)        Salah satu dari dua payudara wanita
c.         Jinayat yang menyebabkan syijjaj (luka dikepala)
Jinayat jenis ini adalah dikhususkan bagi perbuatan yang mengakibatkan syijjaj. Syijjaj adalah luka dikepala atau di wajah. Menurut generasi salaf, syijjaj ada sepuluh macam, lima diantaranya telah dijelaskan diyat-nya oleh pembuat syariat, dan lima lainnya tidak dijelaskan diyat-nya.
Lima macam jenis syijjaj yang diyat-nya telah ditetapkan oleh pembuat syariat, meliputi hal-hal berikut:
1)        Mudhihah, yaitu luka yang membuat tulang terlihat
2)        Hasyimah, yairu luka yang meremukan tulang
3)        Munqilah, yaitu luka yang emmindahkan tulang dari tempat aslinya
4)        Ma’mumah, yaitu luka yang menembus kulit otak
5)        Damighah, yaitu luka yang merobekkulit otak
Lima macam jenis syijjaj yang diyat-nya belum ditetapkan oleh syariat, meliputi hal-hal berikut:
1)        Harishah, yaitu luka yang agak merobek kulit dan tidak membuatnya berdarah
2)        Damiyah, yaitu luka yang membuat kulit berdarah
3)        Badzi’ah, yaitu luka yang membelah kulit
4)        Mutalahimah, yaitu luka yang menembus daging
5)        Simhaq, yaitu luka yang nyaris menembus tulang jika tidak ada kulit tipis
d.        Jinayat yang menyebabkan jirah (luka selain dikepala)
Jirah merupakan yang terjadi diselain wajah atau kepala. Berdasarkan diyat-nya, maka jirah dibedakanmenjadi hal-hal berikut:
1)        Luka yang menembus perut
2)        Luka yang membuat tulang rusuk patah
3)        Pematahan lengan, atau tulang betis, atau tulang pergelangan tangan.
4)        Selai dari tiga jenis diatas

2.3.      Syarat-Syarat Wajib Qishash
a.         Orang yang membunuh itu sudah baligh dan berakal.
b.        Yang membunuh bukan bapak dari yang dibunuh.
c.         Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari yang membunuh.
Yang dimaksud dengan derajat disini ialah agama dan merdeka atau tidaknya, begitu juga anak dengan bapaknya. Oleh karenanya, bagi orang Islam yang membunuh orang kafir tidak berlaku qishsash; begitu juga orang merdeka, tidak dibunuh sebab membunuh hamba, dan bapak tidak dibunuh sebab membunuh anaknya.
d.        Yang dibunuh itu adalah orang yang terpelihara darahnya, dengan Islam atau dengan perjanjian[6].
Allah SWT. berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNä3øn=tæ ÞÉ$|ÁÉ)ø9$# Îû n=÷Fs)ø9$# ( çtø:$# Ìhçtø:$$Î/ ßö6yèø9$#ur Ïö7yèø9$$Î/
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,...” (QS. Al-Baqarah: 178)
Sabda Rasulullah SAW.
Yang artinya: “Orang Islam tidak dibunuh sebab dia membunuh orang kafir.” (HR. Bukhari)
Yang artinya: “Bapak tidak dibunuh sebab dia membunuh anaknya.” (HR. Baihaqi)
Tiap-tiap dua orang yang berlaku antara keduanya qishash (hukum bunuh), berlaku pula antara keduanya hukum potong atau qata’, dengan syarat seperti yang telah disebutkan pada syarat qishash ditambah dengan syarat-syarat dibawah ini[7]:
1.        Hendaklah nama (jenis) kedua anggota itu sama, misalnya kanan dengan kanan, kiri dengan kiri, dibawah dengan dibawah, dan seterusnya. Oleh karena itu tidak dipotong kiri dengan kanan, tidak pula kaki dengan tangan, tidak dipotong ibu jari dengan kelingking.
2.        Keadaan anggota yang terpotong tidak kurang dari anggota yang akan dipotong . oleh sebab itu, tidak dipotong tangan yang sempurna dengan tangan yang syalal (kering, tidak mempunyai kekuatan).

2.4.      Sebab-Sebab Hapusnya Hukuman
Pada dasarnya yang dimaksud dengan hapusnya hukuman di sini adalah tidak dapat dilaksanakannya hukuman-hukuman yang telah ditetapkan atau diputuskan hakim, berhubung tempat badan atau bagiannya untuk melaksanakan hukuman yang sudah tidak ada lagi atau waktu untuk melaksanakannya telah lewat.
Adapun sebab-sebab hapusnya hukuman ialah:
a.         Meninggalnya Pelaku.
b.        Hilangnya Anggota badan yang akan di Qishas
c.         Tobatnya pelaku
d.        Perdamaian
e.         Pengampunan

BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Jinayah meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh, melukai, memotong anggota tubuh dan menghilangkan manfaat badan, misalnya menghilangkan salah satu panca indera Jinayah terdiri atas dua macam, yaitu jinayah terhadap jiwa dan jinayah terhadap badan.
Sebab-sebab jinayah ada dua, yakni jinayah terhadap jiwa (jinayah terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa) dan jinayah terhadap badan (jinayat terhadap tubuh adalah jinayat atas salah satu organ tubuh manusia, atau atas tulang dari tulang-tulang tubuh manusia, atau atas kepalanya, atau atas bagian dari tubuh manusia dengan sebuah pelukaan).
Syarat wajib qishash yaitu:
a.         Orang yang membunuh itu sudah baligh dan berakal.
b.        Yang membunuh bukan bapak dari yang dibunuh.
c.         Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari yang membunuh.
d.        Yang dibunuh itu adalah orang yang terpelihara darahnya, dengan Islam atau dengan perjanjian
Hukuman terhadap pelaku jinayah akan terhapus apabila; meninggalnya Pelaku, hilangnya Anggota badan yang akan di qishas, tobatnya pelaku, perdamaian dan pengampunan.

3.2.       Saran
Karena keterbatasan pengetahuan kami, hingga hanya inilah yang dapat kami sajikan, dan tentu saja masih sangat kurang dari sisi materinya, maka itu kami mengharapkan masukan baik itu kritik maupun saran dari pembaca demi melengkapi kekurangan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum  Pidana Dalam  Sistem  Hukum  Islam. Bogor: Ghalia.
Rasjid, Sulaiman. 2006. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap),Cet. 39. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Zuhaili, Wahbah. 2010. Al-Fqhu Asy-Syafi’i Al-Muyassar (Terj: Muhammad Afifi & Abdul Hafiz), Cet. I. Jakarta: Almahira.





[1] Wahbah Zuhaili, Al-Fqhu Asy-Syafi’i Al-Muyassar (Terj: Muhammad Afifi & Abdul Hafiz), Cet. I, (Jakarta: Almahira, 2010), hlm. 151
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Cett. 39, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2006), hlm. 429
[3] Ibid. hlm. 429
[4]Asadulloh Al-Faruk,Hukum  Pidana Dalam  Sistem  Hukum  Islam, (Bogor: Ghalia, 2009), hlm 46
[5] Sulaiman Rasjid, Op.Cit., hlm. 429-431
[6] Ibid, hlm. 431
[7] Ibid, hlm. 432

No comments:

Post a Comment