MATA KULIAH QUR’AN HADITS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sifat jujur merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia. Kehidupan dunia tidak akan baik, dan agama juga tidak bisa tegak di atas kebohongan, khianat serta perbuatan curang.
Jujur dan mempercayai kejujuran, merupakan ikatan yang kuat antara para rasul dan orang-orang yang beriman dengan mereka. Allah berfirman:
Jujur dan mempercayai kejujuran, merupakan ikatan yang kuat antara para rasul dan orang-orang yang beriman dengan mereka. Allah berfirman:
Ï%©!$#ur uä!%y` É-ôÅ_Á9$$Î/ s-£|¹ur ÿ¾ÏmÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqà)GßJø9$# ÇÌÌÈ Mçlm; $¨B crâä!$t±o yZÏã öNÍkÍh5u 4y7Ï9ºs âä!#ty_ tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÌÍÈ
Artinya: “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Az zumar: 33-34)
Karena (tingginya) kedudukan perbuatan jujur di sisi Allah, juga dalam pandangan Islam serta dalam pandangan orang-orang beradab dan juga akibat-akibatnya yang baik, serta bahaya perbuatan bohong dan mendustakan kebenaran; karena itu dalam makalah ini kami mencoba untuk membahas tentang masalah kejujuran.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jujur?
2. Bagaimana urgensi sifat jujur dan kedudukannya dalam Islam?
3. Apa saja bentuk-bentuk kejujuran?
4. Apa keutamaan sifat jujur?
5. Ayat dan surat apa saja dalam Al-Qur’an yang membicarakan tentang kejujuan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jujur
Dalam bahasa Arab, Jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan[1].
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang[2]. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai orang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Begitu pula orang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia berbeda dengan Nabi. Jelasnya, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
2.2. Urgensi Sifat Jujur dan Kedudukannya dalam Islam
Kejujuran merupakan sifat terpuji dan kunci sukses dalam kehidupan sehari-hari. Banyak contoh yang menunjukkan bahwa orang jujur selalu disenangi oleh orang lain. Bahkan orang yang jujur dengan mudah dapat meningkatkan martabatnya. Salah satu contoh misalnya sikap Nabi Muhammad SAW sebelum menjadi nabi, ketika Beliau diserahi tugas oleh Siti Khodijah untuk menjalahkan usaha dagang. Karena kejujuran Beliau dalam berdagang, maka usaha tersebut berhasil dengan meraih keuntungan yang besar. Di samping itu nama Beliau sebagai seorang yang jujur semakin terkenal di mana-mana.
Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Seseorang yang biasa berlaku jujur maka ia disebut shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Sedangkan dusta mengantarkan kepada perilaku menyimpang (dzalim) dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka ia akan mendapat gelas pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja.
Orang yang jujur akan mendapatkan amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan.
Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang ma’ruf), melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya. Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. Tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu daya ataupun khianat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak mempedulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak.
2.3. Bentuk-Bentuk Kejujuran
Ada beberapa bentuk kejujuran yang sudah semestinya dimiliki oleh setiap muslim, yaitu:
1. Kejujuran lisan (shidqu al lisan)
Kejujuran lisan yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realita yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa atau menyenangkan istri, dan semisalnya. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Jaminlah kepadaku enam perkara dari diri kalian, niscaya aku menjamin bagi kalian surga: jujurlah jika berbicara, penuhilah jika kalian berjanji, tunaikan jika kalian dipercaya, jagalah kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan kalian, dan tahanlah tangan kalian”. (HR Hakim)
2. Kejujuran niat dan kemauan (shidqu an niyyah wa al iradah)
Yang dimaksud dengan kejujuran niat dan kemauan adalah motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam semua kondisi adalah dalam rangka menunaikan hukum Allah Ta’ala dan ingin mencapai ridhaNya. Dalam hal ini Rasul saw. Bersabda yang berarti: “Barang siapa menginginkan syahid dengan penuh kejujuran maka dia akan dikaruninya, meski tidak mendapatkannya”. (HR Muslim)
3. Kejujuran tekad dan amal Perbuatan
Jujur dalam tekad dan amal berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diridhai oleh Allah Swt. dan melaksanakannya secara kontinyu. Allah Swt. Berfirman.
z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ×A%y`Í (#qè%y|¹ $tB (#rßyg»tã ©!$# Ïmøn=tã ( Nßg÷YÏJsù `¨B 4Ó|Ós% ¼çmt6øtwU Nåk÷]ÏBur `¨B ãÏàtF^t ( $tBur (#qä9£t/ WxÏö7s? ÇËÌÈ
Artinya: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al Ahzab: 23)
2.4. Keutamaan Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut. Terdapat beberapa keutamaan jujur, diantaranya:
1. Menentramkan hati. Rasulullah SAW bersabda: “Jujur itu merupakan ketentraman hati”.
2. Membawa berkah. Rasulullah SAW bersabda: “Dua orang yang jual beli itu boleh pilih-pilih selama belum berpisah. Jika dua-duanya jujur dan terus terang, mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan jika dua-duanya bohong dan menyembunyikan, hilanglah berkah jual beli mereka”.
3. Meraih kedudukan yang syahid. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang meminta syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh (jujur), maka Allah akan menaikkannya ke tempat para syuhada meskipun mati di tempat tidurnya”.
4. Mendapat keselamatan[3]. Dusta juga dalam hal-hal tertentu diperbolehkan, jika jujur ketika itu bisa menimbulkan kekacauan.
Jujur dalam kehidupan sehari-hari; merupakan anjuran dari Allah dan Rasulnya. Banyak ayat Al Qur'an menerangkan kedudukan orang-orang jujur antara lain: QS. Ali Imran (3): 15-17, An Nisa' (4): 69, Al Maidah (5): 119. Begitu juga secara gamblang Rasulullah menyatakan dengan sabdanya: "Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya, janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta" (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud).
Realisasi dari kejujuran itu membutuhkan kerja keras. Terkadang pada kondisi tertentu dia dapat berbuat jujur, tetapi di tempat lainnya sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya. Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”
Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.
Orang yang jujur akan mendapat kebahagiaan sebagai ganjarannya, baik di dunia maupun diakhirat. Kebahagiaan di dunia diantaranya:
1. Dipercaya orang, sehingga dengan dipercayanya oleh orang mudah untuk mendapat amanah baik harta, tahta maupun amanah lainnya.
2. Dengan kejujuran hidup tidak akan banyak mendapat masalah, karena dengan kejujuran semua pekerjaan dan kepercayaan akan terjamin.
3. Mudah untuk mendapatkan kepercayaan lagi dari berbagai kalangan, baik dari teman, orang tua maupun masyarakat.
Adapun kebahagiaan di akhirat diantaranya adalah:
1. Surga yang telah disediakan bagi orang yang jujur.
2. Pemeriksaan di alam kubur oleh Malaikat Munkar dan Nakir akan lancar, karena tidak banyak masalah di alam dunia[4].
2.5. Dalil Al-Qur’an
Ayat ke – 1:
$¨BÎ)ur Æsù$srB `ÏB BQöqs% ZptR$uÅz õÎ7/R$$sù óOÎgøs9Î) 4n?tã >ä!#uqy 4 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûüÏYͬ!$sø:$# ÇÎÑÈ
Artinya: “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal: 58)
Ayat ke – 2:
$yJ¯RÎ) ÎtIøÿt z>És3ø9$# tûïÏ%©!$# w cqãZÏB÷sã ÏM»t$t«Î/ «!$# ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqç/É»x6ø9$# ÇÊÉÎÈ
Artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta.”(QS. An-Nahl: 105)
Ayat ke – 3:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB úüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”(QS. At-Taubah: 119)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut.
Firman Al-Qur’an yang membicarakan tentang kejujuran di antaranya terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 58, surat An-Nahl: 105 dan surat At-Taubah ayat 119.
3.2. Saran
Sebagai manusia biasa yang penuh kekurangan, kami menyadari bahwa makalah hasil karya kami ini tidaklah sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan pihak-pihak yang berkompeten untuk berkenan memberi masukan.
DAFTAR PUSTAKA
Tabrani, A. Rusyan. 2006. Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara.
Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin. 2006. Meneladani Akhlak Nabi Membangun Kepribadian Muslim. Bandung: Rosdakarya
Alhamdulillah, terima kasih untuk akhiy Dhafi, tulisannya sangat membantu dan menambah wawasan saya. Mohon izin copas ya! :D Jazakumullah khairan katsiran.
ReplyDeleteSama-sama...
ReplyDeleteAlhamdulillah jika tulisan ini membawa manfaat, karena sejatinya memang itulah tujuan kami mendirikan blog ini, dan dengan senang hati kami mengizinkan untuk meng-copas-nya...
gan, di komputer ane ga muncul font arabnya.. mohon saran. trims
ReplyDelete