Translate

Monday, August 12, 2013

Makalah Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian

MATA PELAJARAN SOSIOLOGI




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang ada dalam masyarakat. Dalam keluarga proses sosialisasi pertama kali dilakukan. Apa yang di anggap baik dan benar dalam sebuah masyarakat akan di ajarkan oleh orang tua kepada anaknya sehingga akan mempengaruhi kepribadiannya di masa mendatang.
Proses pembentukan kepribadian seseorang akan berbeda satu sama lain tergantung dari pola sosialisasi yang di anut oleh masyarakatnya. Walaupun demikian, setiap masyarakat mempunyai pola-pola prilaku umum yang membatasi prilaku individu berdasarkan kepribadiannya.

1.2.       Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian sosialisasi, dan apa saja yang terkait dengannya ?
b.        Apa pengertian kepribadian, dan apa saja yang terkait dengannya ?

1.3.       Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai rumusan masalah di atas.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Sosialisasi
2.1.1.      Pengertian Sosialisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosialisasi berarti suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya.
Mengenai definisi sosialisasi ini dapat pula dikutip pendapat beberapa ahli:
a.         Menurut Bruce J Cohen: Sosialisasi yaitu proses dimana manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakatnya, untuk memperoleh kepribadian dan membangun kapasitas untuk berfungsi, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat,
b.        Menurut David Gaslin: Sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan norma, agar dapat berpartisipasi sebagai anggota masyarakat.
c.         Menurut Soerjono Soekanto: Sosialisasi merupakan proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga yang baru.
Berdasarkan pengertian sosialisasi di atas, dapat kesimpulan:
a.         Sosialisasi ditempuh seorang individu melalui proses belajar untuk memahami, menghayati, menyesuaikan dan melaksanakan suatu tindakan social yang sesuai dengan pola prilaku masyarakatnya.
b.        Sosialisasi ditempuh seorang individu secara bertahap dan berkesinambungan, sejak ia lahir sampai wafat.
c.         Sosialisasi erat kaitannya dengan enkulturasi atau proses pembudayaan, yaitu suatu proses belajar seorang individu untuk belajar mengenal, menghayati dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap sistem adat dan norma, serta semua peraturan dan pendirian yang hidup dalam lingkungan kebudayaan masyarakatnya.
2.1.2.      Media/Agen Sosialisasi
a.         Keluarga
Keluarga merupakan media awal dari suatu proses sosialisasi. Begitu anggota keluarga baru lahir, ia sangat bergantung pada perlindungan dan bantuan anggota keluarganya. Proses sosialisasi awal ini dimulai dengan proses belajar menyesuaikan diri dan mengikuti setiap apa yang di ajarkan oleh orang-orang dilingkungan keluarganya. Oleh karena itu, orang tua sangat berperan untuk:
1)        Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar sehingga anak tidak merasa tertekan jiwanya;
2)        Mendorong agar anak dapat membedakan antara prilaku benar dan salah, baik dan buruk, dan sebagainya;
3)        Memberi contoh prilaku yang baik dan pantas bagi anaknya.
Dalam lingkungan keluarga, kita mengenal dua macam pola sosialisasi, yaitu; dengan cara represif (repressive socialization) yang mengutamakan adanya ketaatan anak kepada orang tua, dan cara partisipasi (participatory socialization) yang mengutamakan adanya partisipasi dari anak.
b.        Kelompok Bermain (peer group)
Setelah anak dapat berjalan, berbicara, dan berpergian, ia mulai bertemu dan berinteraksi dengan teman sebayanya, yang biasanya berasal dari keluarga lain. pada tahap ini, anak memasuki game stage , fase dimana ia mulai mempelajari berbagai aturan tentang peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat. Dengan bermain ia mulai mengenal nilai-nilai kepemimpinan, keadilan, kebenaran, toleransi, atau solidaritas, patriotisme dan lain-lain.
c.         Lingkungan Sekolah
Disini seseorang akan mempelajari hal baru yang tidak diajarkan di dalam keluarga maupun kelompok sepermainan. Sekolah mempersiapkannya untuk peran-peran baru di masa mendatang saat ia tidak tergantung lagi pada orang tua. Sekolah tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan yang bertujuan memengaruhi perkembangan intelektual anak, tetapi juga mempengaruhi hal lain seperti kemandirian, tanggungjawab, dan tata tertib.
Menurut Horton, fungsi nyata dari pendidikan antara lain:
1)        Sebagai modal penting dalam menentukan mata pencaharian.
2)        Dapat mengembangkan potensi demi pemenuhan kebutuhan pribadi dan pengembangan masyarakat.
3)        Melestarikan kebudayaan dengan cara mewariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4)        Membentuk kepribadian.
d.        Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja juga berpengaruh besar pada pembentukan kepribadian. Pengaruh dari lingkungan kerja tersebut pada umumnya mengendap dalam diri seseorang dan sulit untuk di ubah, apalagi jika yang bersangkutan telah lama bekerja dilingkungan tersebut.
Sebagai contoh, seorang anggota tentara akan bersosialisasi dengan cara kerja lingkungan militer dengan garis komando yang tegas, sedangkan dosen atau guru lebih banyak bersosialisasi dengan iklim kerja yang lebih demokratis.
e.         Media Massa
Para ilmuwan sosial telah banyak membuktikan bahwa pesan-pesan yang disampaikanmelalui media massa (televisi, radio, film, internet, surat kabar, makalah, buku, dst.)memberikan pengaruh bagi perkembangan diri seseorang, terutama anak-anak.
Beberapa hasil penelian menyatakan bahwa sebagaian besar waktu anak-anak dan remaja dihabiskan untuk menonton televisi, bermain game online dan berkomunikasi melaluiinternet, seperti yahoo messenger, google talk, friendster, facebook, dll.
Diakui oleh banyak pihak bahwa media massa telah berperan dalam proses homogenisasi, bahwa akhirnya masyarakat dari berbagai belahan dunia memiliki struktur dan kecenderungan cara hidup yang sama.
2.1.3.      Bentuk-Bentuk Sosialisasi
Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu sosialisasi primer dan sekunder.
a.         Sosialisasi Primer
Sosialisasi Primer adalah sosialisasi pada tahap-tahap awal kehidupan seseorang sebagai manusia. Berger dan Luckman menjelaskan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, dimana ia belajar menjadi anggota masyarakat. Hal itu dipelajarinya dalam keluarga.
b.        Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi Sekunder adalah proses berikutnya yang memperkenalkan individu ke dalam lingkungan di luar keluarganya, seperti sekolah, lingkungan bermain dan lingkungan kerja
2.1.4.      Tahap-Tahap Sosialisasi
a.         Masa Anak-Anak
Ketika seorang anak baru dilahirkan, hidupnya sangat bergantung kepada perlindungan dan bantuan dari orang tua dan saudara-saudara dekat dilingkungan keluarganya. Ia belajar menirukan apa yang di ajarkan keluarganya. George Herbert Mead menyebutkan proses meniru pada usia awal ini dikenal dengan istilah preparatory stage.
Setelah anak-anak mulai mengenal lingkungan yang lebih luas, yakni lingkungan teman sepermainannya, tahapan ini oleh George Herbert Mead disebut play stage.
b.        Masa Remaja
Tahapan ini merupakan lanjutan dari tehnik bermain peran pada masa anak-anak. Seorang remaja tidak hanya meniru peran seseorang yang di idolakannya, tetapi sudah mengidentikkan dirinya, seolah-olah ia sudah menyamakan (identik) dirinya dengan tokoh idolanya. Ia akan mengikuti model rambut, mode pakaian, bahkan akan berprilaku sama seperti idolanya tersebut. Tahapan ini oleh George Herbert Mead disebut game stage.
Para ahli psikologi menyebutkan usia remaja sebagai masa puber, yakni suatu periode awal tumbuh dan berkembangnya ciri-ciri fisik dan seksualitas seorang individu. Dalam masa puber ini, seorang remaja seringkali mengalami krisis dengan gejala-gejala antara lain sebagai berikut:
1)        Bertemperamen keras dan agresif, atau sebaliknya murung dan suka menyendiri.
2)        Berkepribadian labil karena masih mencari identitsa diri.
3)        Mudah tersinggung dan sukar mengendalikan emosi.
4)        Mudah terpengaruh oleh hal-hal tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.
5)        Memiliki rasa ingin tahu dan mencoba hal-hal baru, yang sebeblumnya belum pernah ia alami.
Dampak yang sangat tidak di inginkan dari situasi krisis tersebut adalah munculnya prilaku menyimpang dikalangan remaja. Gejalanya muncul dalam berbagai bentuk masalah sosial, seperti dekadensi (kemerosotan) moral, pergaulan seks bebas, kriminalitas, mabuk-mabukan, penyalahgunaan narkoba dan tawuran antar pelajar.
c.         Masa Dewasa
Proses sosialisasi pada tahap ini merupakan titik kulminasi yang paling optimal bagi seorang individu. Proses belajar tidak semata-mata melalui pola meniru, tetapi lebih kepada pola menyesuaikan diri. George Herbert Mead menyebutkan sebagai tahap generalized other.

2.2.       Kepribadian
2.2.1.      Pengertian Kepribadian
Ada beberapa pendapat ahli mengenai pengertian kepribadian, di antaranya yakni:
a.         Theodore M. Newcomb berpendapat kepribadian merupakan organisasi sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang dari prilakunya. Hal ini berarti kepribadian menunjuk pada organisasi dari sikap-sikap seorang individu untuk berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara khusus apabila ia berhubungan dengan orang lain atau ketika ia menanggapi suatu masalah atau keadaan.
b.        Roucek dan Warren dalam buku mereka yang berjudul “Sociology an Introduction” mendefenisikan kepribadian sebagai organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari prilaku seorang individu. Faktor-faktor itu meliputi keadaan fisik, system syaraf, watak seksual, proses pendewasaan individu yang bersangkutan, dan kelainan-kelainan biologis lainnya. Adapun factor psikologis meliputi unsur temperamen, perasaan, keterampilan, kemampuan belajar dan sebagainya. Sedangkan factor sosiologis dapat berupa proses sosialisasi yang ia peroleh sejak kecil.
c.         Koentjaraningrat, seorang ahli antropologi Indonesia menyatakan kepribadian sebagai susunan dari unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu.
2.2.2.      Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian
a.         Warisan Biologis
Semua manusia normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan prilaku semua orang.
b.        Faktor Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Misalnya, masyarakat yang tinggal didaerah subur cenderung memiliki kepribadian yang ramah, tenang dan  sabar. Sebaliknya, mereka yang tinggal didaerah tandus cenderung rakus, tamak dan egois karena pengaruh lingkungan fisik yang keras.
c.         Faktor Kelompok
Sebuah kelompok dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya, baik yang sifatnya positif maupun negatif.
d.        Faktor Kebudayaan Khusus
Setiap daerah memiliki karakteristik yang khas karena pengaruh kebudayaan yang di anut. Misalnya, kepribadian masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa atau masyarakat industry berbeda dengan masyarakat tradisional. Begitu juga menyangkut kepribadian suku bangsa, ras dan kelas sosial tertentu akan berbeda satu sama lain.
e.         Faktor Pengalaman Unik
Kepribadian seseorang akan dipengaruhi oleh sejumlah pengalaman yang dilalui dalam hidupnya. Karena pengalaman setiap individu itu berbeda, maka kepribadian satu individu berbeda pula dengan individu lainnya.
2.2.3.      Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian sebagai Hasil Sosialisasi
a.         Fase Pertama
Menurut Charles H. Cooley (1864-1929), proses perkembangan kepribadian seseorang dimulai kurang lebih pada usia 1-2 tahun yang ditandai dengan saat-saat anak mengenal dirinya sendiri yang dibantu oleh orang-orang dewasa dilingkungannya.
Kita dapat membedakan kepribadian seseorang menjadi dua bagian penting, yaitu:
1)        Basic Personality Structure, yaitu unsur-unsur dasar atas berbagai sikap yang disebut attitude. Unsur ini bersifat permanen dan tidak mudah berubah.
2)        Capital Personality, yaitu unsur-unsur yang terdiri atas keyakinan-keyakinan atau anggapan-anggapan yang sifatnya mudah berubah atau dapat ditinjau kembali (fleksibel). Ini diperoleh berdasarkan pengalaman melalui pergaulan dengan orang lain.
b.        Fase Kedua
Ini merupakan fase perkembangan dimana rasa ego yang dimiliki seorang anak mulai berkembang karakternya sesuai dengan tipe pergaulan yang ada dilingkungannya.
Fase kedua ini berlangsung relatif panjang hingga menjelang masa dewasa. Kepribadian tersebut mulai tampak dengan tipe prilaku khas yang tampak dari perangai, kegemaran, IQ serta bakat-bakatnya.
c.         Fase Ketiga
Kepribadian seseorang pada akhirnya mengalami suatu perkembangan yang relatif tetap, yaitu dengan terbentuknya prilaku-prilaku yang khas sebagai perwujudan kepribadian yang bersifat abstrak. Fase ketiga ini disebut juga fase kedewasaan, yang berlangsung kurang lebih pada usia antar 25-28 tahun.
2.2.4.      Hubungan antara Kepribadian, Sosialisasi dan Kebudayaan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, kebudayaan merupakan perangkat yang dihasilkan oleh suatu bentuk kehidupan bersama. Selanjutnya, kebudayaan digunakan sebagai pedoman hidup, artinya sebagai sarana untuk menyelenggarakan seluruh tata kehidupan warga masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, kebudayaan senantiasa dirombak dan disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi yang ada didalam masyarakat. Bagi generasi baru, kebudayaan berfungsi membentuk atau mencetak pola-pola prilaku yang selanjutnya akan membentuk suatu kepribadian yang tetap dank has. Jadi’ jelaslah bahwa kebudayaan merupakan mesin atau komponen yang akan menentukan bagaiman corak kepribadian dari warga masyarakat. Proses ini dinamak social determinism.
Pada masyarakat pedesaan kehidupannya masih kental dengan sifat gotong royong, budaya ini akan mempengaruhi dan membentuk kepribadian masyarakat pedesaan dengan karakter solidaritas tinggi, rela berkorban, peka terhadap masalah dilingkungan sosialnya.
Adapun masyarakat kota dengan struktur budaya yang lebih majemuk dan maju, mempunyai karakteristik berbeda dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat kota mempunyai suatu system tata nilai yang memberikan penghargaan terhadap harkat dan martabat seseorang tidak lagi berdasarkan baik buruknya prilaku seperti pada masyarakat pedesaan, melainkan ditentukan oleh kemampuan kerja atau prestasi kerja serta kepemilikan harta benda. System tata nilai ini mempengaruhi pribadi-pribadi masyarakat kota dengan karakteristik menghargai waktu, giat menuntu kemajuan dan kurang menghargai kebersamaan dengan orang lain.
Dari uraian di atas terlihatlah bahwa kepribadian individu sangat dipengaruhi oleh corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Struktur budaya yang ada memang tidak semuanya diserap dan diterima oleh individu, tetapi setidak-tidaknya nilai-nilai tertentu yang dipedomani dan dijadikan dasar untuk menentukan sikap atau prilaku dalam bertindak sehari-hari sehingga membentuk prilaku khas yang disebut kepribadian (personality).
2.2.5.      Tipe Kebudayaan Khusus yang Mempengaruhi Kepribadian
a.         Kebudayaan Khusus Berdasarkan Faktor Kedaerahan
Sebagai contoh, terdapat perbedaan antara system kekerabatan di Tapanuli dengan di Minangkabau.
Orang batak memperhitungkan hubungan keturunan secara ptrilineal (garis keturunan dihitung dari garis keturunan pria), sedangkan di Minangkabau garis keturunan diperhitungkan dari pihak perempuan (matrilineal).
b.        Cara Hidup di Kota dan di Desa yang Berbeda
Pola hidup masyarakat desa umumnya lebih homogeny dan kolektif berbeda denga pola hidup masyarakat kota yang lebih heterogen dan individualis. Pola-pola hidup tersebut akan mempengaruhi kepribadian masyarakat.
c.         Kebudayaan Khusus Kelas Sosial
Golongan kelas atas sangat berbeda dengan kelas bawah dalam cara berpakaian, etika, pergaulan, cara mengisi waktu luang dan sebagainya.
d.        Kebudayaan Khusus Atas Dasar Agama
Faktor agama juga memiliki pengaruh dalam membentuk kepribadian seorang individu. Pola hidup antar penganut agama akan berbeda satu sama lain. Pola hidup dan budaya mereka disesuaikan dengan ajaran agamanya masing-masing.
e.         Kebudayaan Khusus Berdasarkan Profesi
Profesi seseorang akan berpengaruh besar pada kepribadiannya. Misalnya, kepribadian seorang petani berbeda dengan pola hidup seorang dokter. Hal ini berpengaruh juga pada cara-cara bergaul maupun gaya hidup mereka.

BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Sosialisasi adalah suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya.
Kepribadian merupakan organisasi sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang dari prilakunya. Hal ini berarti kepribadian menunjuk pada organisasi dari sikap-sikap seorang individu untuk berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara khusus apabila ia berhubungan dengan orang lain atau ketika ia menanggapi suatu masalah atau keadaan.
Setiap manusia dilahirkan dengan kepribadian yang berbeda. Kepribadian seseorang erat kaitannya dengan proses sosialisasi yang berlangsung dalam masyarakat.

3.2.       Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin lebih memahami tentang sosialisasi dan pembentukan kepribadian untuk mencari referensi tambahan melalui buku-buku yang sekarang mudah didapat.

DAFTAR PUSTAKA

Fritz, Damanik. 2006. Seribupena Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Kun Maryati. 2004. Sosiologi SMA Kelas X. Jakarta: Esis.
Tim Sosiologi. 2007. Sosiologi SMA kelas X (cet-3). Jakarta: Yudhistira

1 comment: